Bismillah.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, pada kesempatan ini kami ingin memperkenalkan dua diantara enam buah kitab panduan yang insya Allah akan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar program Ma’had al-Mubarok angkatan ke-4 tahun ajaran 1437-1438 H.
Keenam kitab panduan itu adalah :
– al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid
– Syarh Lum’atil I’tiqad
– Tafsir Surah al-Fatihah
– Fat-hul Qawil Matin
– ad-Dalil ‘ala Manhajis Salikin
– al-Kaba’ir
Pertama : Kitab al-Qaul as-Sadid
Kitab ini merupakan karya dari Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah. Beliau adalah seorang ulama besar yang hidup pada tahun 1307 – 1376 H. Kitab beliau ini merupakan keterangan ringkas terhadap kandungan bab-bab yang ada di dalam Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah (wafat tahun 1206 H).
Pada bagian awal kitab ini beliau telah memberikan pengantar ringkas yang berisi prinsip-prinsip pokok dalam aqidah Ahlus Sunnah. Penjelasan secara lebih mendetail mengenai prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah insya Allah akan dapat kita peroleh dengan mengkaji kitab Syarh Lum’atil I’tiqad karya Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah.
Kitab al-Qaul as-Sadid ini merupakan syarah/penjabaran Kitab Tauhid yang cukup ringkas dan mudah untuk dipahami (lihat pengantar al-Qaul as-Sadid dengan takhrij Dr. al-Murtadha az-Zain Ahmad, hal. 6). Kitab ini berisi kaidah-kaidah dan pedoman-pedoman serta maksud-maksud yang tercakup dalam hal tauhid uluhiyah. Oleh sebab itu kitab ini memiliki manfaat yang sangat besar (lihat Maqashid Kitab at-Tauhid karya Dr. ‘Isa bin Abdullah as-Sa’di, hal. 3)
Keistimewaan Kitab Tauhid
Berikut ini beberapa petikan faidah seputar kedudukan dan keistimewaan Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Kami sarikan dari keterangan Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullah.
[1] Kitab Tauhid merupakan kitab aqidah yang paling penting dan paling luas diantara karya-karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Di dalam kitab ini terdapat enam puluh enam bab setelah mukadimah (lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 5/44)
[2] Di dalam kitab ini beliau menempuh jalan sebagaimana metode Imam Bukhari rahimahullah di dalam menulis kitab Shahih Bukhari; dimana beliau mencantumkan ayat-ayat, hadits-hadits, dan juga atsar/riwayat dari para pendahulu umat ini dari kalangan para sahabat dan para ulama yang mengikuti mereka (lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 5/45)
[3] Bab-bab yang ada di dalam kitab ini berisi penetapan tauhid -yaitu mengesakan Allah dalam beribadah- serta berisi peringatan akan hal-hal yang merusaknya; baik yang merusak pokok tauhid berupa syirik akbar ataupun hal-hal yang merusak kesempurnaannya yaitu syirik ashghar dan bid’ah-bid’ah (lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 5/46)
Kedua : Kitab Syarh Lum’atil I’tiqad
Kitab ini merupakan karya Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah. Pada asalnya kitab ini adalah ceramah kajian yang disampaikan oleh Syaikh kemudian ditranskrip dan ditata kembali oleh Syaikh Abdussalam bin Abdullah as-Sulaiman hafizhahullah. Alhamdulillah kami juga memiliki unduhan rekaman audio ceramah tersebut yang berjumlah 12 seri kajian dengan total ukuran 71,6 MB. Bagi yang menginginkan rekaman ini bisa menghubungi kami via e-mail.
Kitab ini pada dasarnya juga tidak terlalu tebal. Isi syarah/penjabaran yang ada di dalam kitab ini dimulai dari halaman 21 sampai halaman 291. Kemudian setelah itu dicantumkan tanya-jawab bersama Syaikh Shalih al-Fauzan dalam perkara aqidah dari halaman 293 sampai halaman 318. Adapun kitab Lum’atul I’tiqad yang dikaji oleh Syaikh Shalih al-Fauzan ini merupakan kitab dasar dalam bidang aqidah Islam karya Imam al-Muwaffaq Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah. Beliau hidup pada tahun 541 sampai 620 H.
Imam Ibnu Qudamah adalah seorang ulama besar dalam bidang tafsir, hadits, fikih, ushul fiqih, nahwu, dan lain sebagainya. Diantara karya beliau yang populer adalah kitab al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Khiraqi dalam bidang fiqih Hanbali. Dalam ushul fiqih, Ibnu Qudamah juga menulis kitab Raudhatun Nazhir wa Junnatul Munazhir (lihat lebih lengkap dalam biografi Imam Ibnu Qudamah dalam mukadimah kitab Syarh Lum’atil I’tiqad, hal. 5-19)
Pentingnya Aqidah Tauhid
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan, “Aqidah tauhid ini merupakan asas agama. Semua perintah dan larangan, segala bentuk ibadah dan ketaatan, semuanya harus dilandasi dengan aqidah tauhid. Tauhid inilah yang menjadi kandungan dari syahadat laa ilaha illallah wa anna Muhammadar rasulullah. Dua kalimat syahadat yang merupakan rukun Islam yang pertama. Maka, tidaklah sah suatu amal atau ibadah apapun, tidaklah ada orang yang bisa selamat dari neraka dan bisa masuk surga, kecuali apabila dia mewujudkan tauhid ini dan meluruskan aqidahnya.” (lihat Ia’nat al-Mustafid bi Syarh Kitab at-Tauhid [1/17])
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menasihatkan, “Apabila para da’i pada hari ini hendak menyatukan umat, menjalin persaudaraan dan kerjasama, sudah semestinya mereka melakukan ishlah/perbaikan dalam hal aqidah. Tanpa memperbaiki aqidah tidak mungkin bisa mempersatukan umat. Karena ia akan menggabungkan antara berbagai hal yang saling bertentangan. Meski bagaimana pun cara orang mengusahakannya; dengan diadakannya berbagai mu’tamar/pertemuan atau seminar untuk menyatukan kalimat. Maka itu semuanya tidak akan membuahkan hasil kecuali dengan memperbaiki aqidah, yaitu aqidah tauhid…” (lihat Mazhahir Dha’fil ‘Aqidah, hal. 16)
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Tidaklah diragukan bahwasanya Allah subhanahu telah menurunkan al-Qur’an sebagai penjelas atas segala sesuatu. Dan bahwasanya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah menjelaskan al-Qur’an ini dengan penjelasan yang amat gamblang dan memuaskan. Dan perkara paling agung yang diterangkan oleh Allah dan Rasul-Nya di dalam al-Qur’an ini adalah persoalan tauhid dan syirik. Karena tauhid adalah landasan Islam dan landasan agama, dan itulah pondasi yang dibangun di atasnya seluruh amal. Sementara syirik adalah faktor yang menghancurkan pondasi ini, dan syirik itulah yang merusaknya sehingga ia menjadi lenyap…” (lihat Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 14)